Langsung ke konten utama

Analisis Investasi (Belanja Modal) di Sektor Publik



Analisis Investasi (Belanja Modal) di Sektor Publik

Oleh:
Erlinda Nur Khasanah
Magister Sains Akuntansi-Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
 
Pendahuluan
Pada dasarnya, sektor publik dan sektor bisnis merupakan lembaga yang berbeda. Sektor bisnis didorong oleh motif mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemegang saham. Sedangkan sektor publik didorong oleh keinginan untuk menyejahterakan dan memakmurkan publik (masyarakat) dengan penyediaan barang dan layanan/ jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sektor bisnis yang berorietasi pada profit ini, memperoleh sebagian besar pendapatan/uang dari pelanggan yang membeli produk yang ditawarkan (barang dan jasa), sedangkan sektor publik mendapatkan dana dari pembayaran pajak, retribusi dan lain-lain. Oleh karena adanya perbedaan-perbedaan tersebut, dalam hal pengelolaan manajemen keuangan di sektor publik tidak dapat sepenuhnya disamakan dengan manajemen keuangan di sektor bisnis.
Pengelolaan keuangan negara menjadi salah satu hal sangat penting dalam aktivitas pemerintahan di Indonesia, dalam rangka mencapai tujuan negara yang tercantum dalam alenia ke IV Pembukaan UUD Republik Indonesia 1945. Pengelolaan keuangan negara ini berkaitan erat dengan pengelolaan atas dana yang diterima (pendapatan negara) dan pengelolaan atas dana yang dikeluarkan (belanja negara). Pendapatan negera dapat berupa penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, hibah baik dari dalam maupun luar negeri. Sedangkan belanja negara berkaitan dengan pengeluaran dana untuk mendanai suatu program atau kegiatan pemerintah. Salah satu contoh dari belanja negara adalah investasi.
Dalam kaitannya dengan kebijakan otonomi daerah yang mulai diterapkan pada era orde baru, pemerintah pusat memberikan hak, wewenang, dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah (pemerintah tingkat provinsi/ kabupaten) untuk mengelola urusan pemerintahannya sendiri dan kepentingan masyarakatnya sendiri. Adanya kebijakan mengenai otonomi daerah ini muncul karena melihat bahwa masing-masing daerah memiliki potensi dan ciri khas yang berbeda. Kesempatan untuk menjadi daerah yang mandiri terbuka lebar seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah. Namun hal ini juga menjadi suatu tantangan besar bagi daerah yang bersangkutan (Halim, 2008).
       Pemberian hak, kewajiban, dan tanggung jawab untuk melakukan urusan pemerintahannya sendiri kepada pemerintah daerah, termasuk hak pengelolaan keuangan daerah. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu aspek dari pengelolaan keuangan daerah. Dalam Halim (2008), struktur APBD terdiri atas pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan, yang masing-masing secara tegas harus dicantumkan bersamaan dengan jumlah anggarannya dan realisasi anggaran pada periode sebelumnya. Dalam pengeluaran pembiayaan yang mencakup item-item untuk menyalurkan “kelebihan” dana anggaran (APBD), salah satunya adalah untuk investasi dalam konteks “bisnis” yakni kegiatan untuk menghasikan pendapatan seperti bunga, dividen, atau yang lain. Tetapi, yang dimaksud dengan “investasi publik” dalam arti pemerintah daerah yang tercermin dalam belanja modal.
       Analisis investasi publik/belanja modal ini perlu dilakukan, karena berkaitan dengan anggaran yang akan dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Dalam menganalisis investasi publik, perlu memahami secara mendalam pengertian dari investasi publik, mengapa perlu adanya investasi publik, perbedaan investasi publik dan swasta, analisis investasi yang meliputi penentuan kebutuhan investasi publik; aspek penilaian kelayakan investasi; faktor-faktor yang mempengaruhi investasi publik; teknik dasar penilaian investasi publik, dan pengelolaan investasi. Hasil analisis ini akan menjadi pertimbangan dalam menentukan apakah investasi publik ini layak dilakukan atau tidak.

Isi
Pengertian Investasi Publik
Kata investasi diidentikkan dengan penanaman modal dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Akan tetapi, pengertian ini tidak dapat disamakan dalam konteks investasi yang ada di sektor publik, maka perlu penjabaran lebih lanjut mengenai makna investasi dari beberapa ahli. Menurut Rachmat (2010), investasi pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya. Sedangkan menurut Halim (2008), dalam bahasa akuntansi pada konteks jenis belanja/biaya, “investasi dimunculkan karena adanya perbedaan antara “revenue expenditure” daan “capital expenditure”. Investasi termasuk dalam pengertian belanja modal yang tidak lain adalah “capital expenditure”, yang didefinisikan sebagai belanja/biaya/pengeluaran yang memberikan manfaat lebih dari satu tahun.
PSAP Nomor 6 mendefinisikan investasi sebagai aset yang dimaksud untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, dividen, royalti, atau manfaat sosial sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 1 tahun 2008, investasi didefinisikan sebagai penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/ PMK.02/2011 Tentang Klasifikasi Anggaran, investasi/belanja modal yaitu pengeluaran untuk pembayaran perolehan asset dan/atau menambah nilai asset tetap/asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap/asset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan dalam PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.  
Dari berbagai definisi menurut ahli, peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan penyataan standar akuntansi pemerintah dapat disimpulkan bahwa investasi (dalam hal ini yaitu belanja modal) adalah pengeluaran atas pengadaan aset yang dapat memberikan manfaat, baik manfaat ekonomi; sosial; maupun manfaat lainya, selama lebih dari 12 bulan (satu tahun) dengan tujuan untuk menyejahterakan masyarakat.

Mengapa investasi/belanja modal penting?
Keputusan investasi publik menjadi suatu hal penting untuk mendukung pelaksanaan program, kegiatan, dan fungsi yang menjadi prioritas kebijakan (Mardiasmo, 2002). Keputusan investasi ini dilakukan untuk mengindentifikasi investasi apa saja yang bersifat penting dan mendesak untuk segera direalisasikan oleh pemerintah dalam rangka memakmurkan masyarakat.
Pengeluaran atas investasi publik perlu penekanan dan perhatian yang lebih daripada pengeluaran yang bersifat rutin. Pengeluaran investasi/belanja modal mempunyai pengaruh jangka panjang, sedangkan pengeluaran rutin memiliki efek jangka pendek. Apabila terdapat kesalahan dalam pengambilan keputusan investasi/belanja modal, akan berdampak pada tahun berjalan maupun tahun-tahun selanjutnya (Mardiasmo, 2002).
Dalam Halim dan Kusufi (2016), investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi yang pada hakikatnya merupakan langkah awal dalam kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga dalam rangka upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara harus berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Oleh karena itu, investasi perlu mendapatkan perhatian yang lebih terkait dengan kinerja dan kebermanfaatannya.
Dalam penelitan Putri (2014) menunjukkan hasil bahwa pengeluaran (belanja modal) memiliki pengaruh positif signifikan pada petumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Belanja modal pemerin­tah yang tersedia, seharusnya dialokasikan secara tepat kepada proyek investasi yang mempunyai dampak multiplier yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Belanja modal lebih diarahkan kepada pembangu­nan infrastruktur yang menopang pertum­buhan ekonomi seperti pembangunan jalan ke daerah-daerah produksi.
Dengan demikian, investasi/belanja modal di sektor publik perlu mendapatkan perhatian lebih berkaitan pengeluaran yang ditujukan pada pelaksanaan program/kegiatan pemerintah. Program/kegiatan ini berhubungan dengan penyediaan barang/jasa pada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, nantinya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Perbedaan investasi di sektor publik dan bisnis
Hal mendasar yang membedakan investasi publik dengan investasi bisnis yaitu pada tujuan utama dilakukannya investasi. Investasi di sektor bisnis lebih berfokus pada pencapaian tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi atau bersifat profit oriented. Berbeda halnya dengan investasi di sektor publik bukan hanya ditujukan untuk memperoleh manfaat ekonomi, tetapi juga menginginkan tercapainya manfaat sosial. Manfaat sosial merupakan manfaat yang tidak dapat diukur langsung dengan satuan uang, tetapi memiliki pengaruh pada tingkat pelayanan pemerintah pemerintah pada masyarakat luas maupun golongan masyarakat tertentu, Halim dan Kusufi (2014).
Selain pada tujuan utamanya, alat analisis investasi di sektor publik dan swasta memiliki sedikit perbedaan. Menurut Halim (2008), alat analisis investasi di sektor bisnis lebih berfokus pada aspek keuangan, seperti payback period dan present value Akan tetapi, di sektor publik lebih menekankan pada analisis biaya manfaat yang timbul ketika melakukan suatu proyek/investasi/belanja modal. Halim (2008) menambahkan walaupun sebagian besar konsep-konsep pada sektor bisnis banyak diaplikasikan di sektor publik, akan tetapi analisis investasi di sektor publik memiliki “kerumitan” menyangkut aspek-aspek sosial, budaya, dan lain-lain yang perlu dipertimbangkan.

Klasifikasi Investasi/Belanja Modal Publik
            Dalam PSAP No 6 mengenai Akuntansi Investasi, investasi diklasifikasikan menurut jangka waktunya, yang meliputi investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Penjelasan untuk masing-masing investasi sebagai berikut:
1.    Investasi jangka pendek
Investasi jangka pendek merupakan investasi yang diharapkan dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dapat dimiliki selama 1 tahun (12 bulan) atau kurang, ditujukan dalam rangka manajemen kas, dan memiliki resiko rendah atau bebas dari perubahan atau pengurangan harga yang signifikan. Contoh dari investasi jangka pendek diantaranya yaitu deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan, pembelian obligasi pemerintah jangka pendek oleh pemerintah daerah, pembelian Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
 Pengukuran investasi jangka pendek dalam bentuk investasi surat berharga dicatat sebesar biaya perolehan. Sedangkan untuk investasi jangka pendek yang tidak diketahui biaya perolehannya dinilai berdasarkan nilai wajar investasi pada tanggal perolehannya.
2.    Investasi jangka panjang
Investasi jangka panjang merupakan investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 bulan. Menurut sifat penanamannya, investasi jangka panjang ini diklasifikasikan menjadi investasi permanen dan investasi non permanen.
a.    Investasi permanen
Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. Contoh dari investasi permanen yaitu penyertaan modal pemerintah pada perusahaan negara/daerah, penyertaan pemerintah pada badan internasional dan badan hukum lainnya, dan investasi permanen lainnya.
Pengukuran investasi jangka panjang yang bersifat permanen dicatat sebesar biaya perolehannya. Sedangkan investasi jangka panjang dari pertukaran aset pemerintah dicatat sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga perolehannya tidak ada.
b.    Investasi non permanen
Investasi non permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. Contoh dari investasi ini meliputi pinjaman yang diberikan kepada perusahaan negara/daerah atau pihak lainnya, pinjaman luar negeri yang diterus pinjamkan, penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan kepada pihak ketiga, dan investasi non permanen lainnya.
Pengukuran investasi non permanen (misalkan RPD dan RDI) dinilai sebesar nilai nominal pinjaman yang diberikan. Sedangkan investasi non permanen dalam bentuk penanaman modal di proyek-proyek pembangunan pemerintah dinilai sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian proyek sampai proyek tersebut diserahkan oleh pihak ketiga.
Halim (2008) mengklasifikasikan investasi menjadi beberapa kategori, yaitu:
1.    Investasi sosial
Investasi sosial ini menekankan pada program-program yang bersifat charity, seperti pemberian beras bagi keluarga tidak mampu, jadup, usaha ekonomi produktif, yang tidak dapat diukur tingkat keberhasilannya (outcome). Dalam investasi sosial lebih memperhatikan aspek keberpihakan pada kelompok masyarakat tertentu.
2.    Investasi untuk membentuk generator pertumbuhan
Investasi untuk membentuk pertumbuhan generator ekonomi difokuskan pada kebijakan strategis untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi lokal. Generator ekonomi memiliki nilai  positif apabila secara keseluruhan dapat menimbulkan nilai-nilai baru pada struktur perekonomian pada suatu kawasan. Jika memiliki pengaruh negatif, infrastruktur tersebut justru akan menyusutkan nilai kawasan itu sendiri, dan justru akan menjadi beban yang terus menerus bagi perekonomian daerah. Sehingga, generator ekonomi akan lebih tepat dinilai dengan benefit cost ratio, dibandingkan dengan analisis investasi model sektor bisnis, walaupun sebenarnya generator ekonomi juga merupakan aktivitas ekonomi.
3.    Investasi untuk layanan publik
Investasi untuk memenuhi kepentingan layanan publik dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu sarana dan prasarana, dan fasilitas umum lainnya. Jenis investasi ini tidak akan memperoleh aliran kas masuk, justru terkadang akan berubah menjadi pusat biaya (cost centre). Meskipun tidak diharapkan adanya aliran dana masuk, tetapi investasi ini berfungsi melayani sektor/aktivitas ekonomi lainnya.
4.    Investasi untuk membentuk pendapatan
Investasi ini bertujuan dalam rangka penciptaan return baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek dalam konteks ini memperhatikan aspek bisnis. Investasi yang bertujuan meningkatkan pendapatan dapat dioperasikan dalam (1) pola intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan asli daerah; dan (2) investasi dalam bisnis di sektor hulu dan hilir dalam struktur perekonomian lokal.
5.    Investasi untuk menggali sumber-sumber ekonomi baru
Investasi untuk menciptakan business baru yang lebih mengedepankan pada upaya inovatif sumber-sumber ekonomi baru. Proses investasi untuk menemukan produk-produk baru harus memperoleh cara penilaian yang lebih baik agar karya cipta bangsa memperoleh hak-haknya. Sehingga, research and development sudah seharusnya didanai sebagai bagian dari kebijakan investasi masa depan suatu daerah.
6.    Investasi untuk membentuk penghematan operasional
Penggunaan teknologi maju maupun teknologi informasi harus menjadi pertimbangan dalam rangka melakukan penghematan biaya dari tahun ke tahun. Proses investasi juga harus memperbandingkan deferensi cost system baru dengan sistem lama, serta perlakuan sistem lama, apakah dilikuidasi ataukah dijual sebagai scrap.
Halim (2008) mengelompokkan belanja menjadi belanja operasi, belanja modal, dan belanja tak terduga. Sedangkan investasi termasuk dalam pengertian belanja modal yang tidak lain adalah “capital expenditure”. Sehingga, dalam hal ini investasi diartikan sama dengan belanja modal. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/ PMK.02/2011 Tentang Klasifikasi Anggaran, belanja modal dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu:
1.    Belanja modal tanah
Seluruh pengeluaran untuk pengadaan/pembelian/pembebasan/penyelesaian, balik nama, pengosongan, penimbunan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah serta pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat pembebasan/pembayaran ganti rugi sampai tanah tersebut siap digunakan/dipakai.
2.    Belanja modal peralatan dan mesin
Pengeluaran untuk pengadaan peralatan dan mesin yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan antara lain biaya pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.
3.    Belanja modal gedung dan bangunan
Pengeluaran untuk memperoleh gedung dan bangunan secara kontraktual sampai dengan gedung dan bangunan siap digunakan meliputi biaya pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak (kontraktual). Dalam belanja ini termasuk biaya untuk perencanaan dan pengawasan yang terkait dengan perolehan gedung dan bangunan.
4.    Belanja modal jalan, irigasi, dan bangunan
Pengeluaran untuk memperoleh jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan sampai siap pakai meliputi biaya perolehan atau biaya kontruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai. Dalam belanja ini termasuk biaya untuk penambahan dan penggantian yang meningkatkan masa manfaat, menambah nilai aset, dan di atas batas minimal nilai kapitalisasi jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan.
5.    Belanja modal lainnya
Pengeluaran yang diperlukan dalam kegiatan pembentukan modal untuk pengadaan/pembangunan belanja modal lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan dalam perkiraan kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan (jalan, irigasi dan lain-lain). Termasuk dalam belanja modal ini: kontrak sewa beli (leasehold), pengadaan/pembelian barang-barang kesenian (art pieces), barang-barang purbakala dan barang-barang untuk museum, serta hewan ternak, buku-buku dan jurnal ilmiah sepanjang tidak dimaksudkan untuk dijual dan diserahkan kepada masyarakat. Contoh dari belanja modal ini adalah belanja modal non fisik yang besaran jumlah kuantitasnya dapat teridentifikasi dan terukur.
6.    Belanja modal Badan Layanan Umum (BLU)
Pengeluaran untuk pengadaan/perolehan/pembelian aset yang dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan operasional BLU.

Analisis Investasi/Belanja Modal di Sektor Publik
            Analisis investasi menjadi suatu hal penting untuk mengetahui apakah investasi yang akan dilakukan tersebut memiliki manfaat ekonomi maupun sosial dalam rangka peningkatan pelayanan publik. Menurut Mardiasmo (2009), analisis investasi publik perlu dilakukan secara mendalam untuk memberikan mekanisme dalam mengatur proyek investasi publik secara efisien dan efektif. Selain itu juga investasi publik berkaitan erat dengan masalah transparansi dan kewajaran anggaran.
Belanja modal (investasi) di pemerintahan (pusat atau daerah) harus melalui sebuah proses analisis atas belanja modal tersebut, karena dapat mengetahui analisis “untung rugi” (cost-benefitnya). Hal ini agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada bahwa pengelolaan keuangan daerah (APBD) harus efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut dan taat pada peraturan perundang-undangan (Halim, 2004).
            Halim (2004) menambahkan bahwa evaluasi biaya manfaat setiap investasi, syarat utama yang harus dipenuhi yaitu penilaian atas besarnya biaya dan manfaat, serta memperkirakan waktu atau umur investasi yang dimaksudkan. Apabila investasi tersebut dievaluasi dengan menggunakan konsep present value, maka harus pula ditentukan tingkat discount agar dapat diperbandingkan nilai sekaraang dari biaya dan manfaat suatu proyek. Akan tetapi, biaya dan manfaat tidak dapat dikuantitatifkan dengan mudah. Sehingga, di sektor publik muncul istilah Social Discount Rate, Social Time Preference Rate, dan Social Opportunity Cost Rate.
            Sebelum mengambil keputusan untuk melalukan investasi publik, pemerintah terlebih dahulu perlu menentukan kebutuhan investasi yang diperlukan. Untuk menentukan kebutuhan investasi perlu dilakukan evaluasi sebagai berikut (Mardiasmo, 2002).
1.    Inventarisasi investasi
2.    Inventarisasi investasi memuat daftar nama dan jenis investasi, nilai investasi, kondisi barang modal yang saat ini ada, apakah baik atau buruk.
3.    Cakupan layanan dengan tingkat investasi yang sekarang ada.
4.    Tambahan cakupan layanan yang dibutuhkan saat ini daan masa yang akan datang.
5.    Inventarisasi kebutuhan investasi.
6.    Evaluasi kelayakan investasi.
7.    Kriteria kelayakan investasi meliputi aspek-aspek teknis, sosial-budaya, finansial, ekonomi, dan aspek distribusi. Penghitungan kelayakan investasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat analisis misalnya: NPV, IRR, ARR, PP (Payback Period), Cost-Benefit Analysis, dan Cost Effectiveness Analysis.

Penentuan Kebutuhan Investasi Publik
Terdapat beberapa cara dalam menggolongkan usalan investasi. Adapun salah satu penggolongannya yaitu sebagai berikut (Mardiasmo, 2009).
1.    Investasi penggantian
Penilaian investasi publik perlu mempertimbangkan umur teknis dan umur ekonomis dari barang modal yang akan dibeli. Umur ekonomi terkait dengan perkiraan waktu efektif suatu barang modal dapat memberikan manfaat, sedangkan umur teknis terkait dengan kemampuan barang modal dalam memberikan manfaat hingga tidak mampu lagi memberikan manfaat. Dengan kata lain, apabila barang modal telah usang dan tidak mampu lagi memberikan manfaat, berarti barang modal tersebut telah habis.
2.    Investasi penambahan kapasitas
Investasi pada penambahan kapasitas barang modal ini dilakukan apabila terjadi tuntutan peningkatan cakupan pelayanan. Apabila suatu barang modal sudah (tidak) efisien lagi, sementara terjadi kenaikan cakupan pelayanan yang harus dilakukan oleh pemerintah, maka pemerintah harus mempertimbangkan untuk melakukan investasi penambahan kapasitas.

3.    Investasi baru
Investasi baru dapat dilakukan apabila belum ada investasi sebelumnya. Untuk jenis investasi baru, diperlukan pertimbangan mengenai aspek teknis, ekonomi, sosial-budaya, dan aspek distribusi.

Aspek Kelayakan Investasi
Dalam perencanaan dan analisis investasi harus dipertimbangkan beberapa aspek yang secara bersama-sama menunjukkan keuntungan atau manfaat yang diperoleh akibat adanya suatu investasi tertentu. Seluruh aspek harus menjadi pertimbangan dan dievaluasi dalam setiap tahap perencanaan anggaran sampai dengan siklus pelaksanaan. Adapun aspek-aspek kelayakan investasi di sektor publik dijelaskan sebagai berikut (Mardiasmo, 2009).
1.    Aspek Teknis
Aspek teknis ini merupakan bagian yang penting dalam mempertimbangkan apakah suatu investasi yang diusulkan layak atau tidak untuk dilakukan. Jika suatu usulan investasi sudah tidak layak dilihat dari aspek teknisnya, maka usulan tersebut menduduki prioritas pertama untuk ditolak.
2.    Aspek Sosial dan Budaya
Untuk melaksanakan suatu proyek, maka perlu mempertimbangkan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan. Aspek sosial budaya ini menyangkut pertimbangan pendistribusian pelayanan secara adil dan merata, sehingga mampu memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
3.    Aspek Ekonomi dan Finansial
Aspek ekonomi ini meliputi kegiatan dalam menganalisis apakah suatu proyek yang diusulkan akan memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan perekonomian secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup besar dalam menentukan penggunaan sumber daya yang digunakan. Sedangkan aspek finansial lebih menerangkan pengaruh-pengaruh finasial dari suatu proyek yang diusulkan.
4.    Aspek Distribusi
Keputusan investasi merupakan keputusan yang perlu dikaitkan dengan masalah distribusi pelayanan publik secara adil dan merata. Untuk itu perlu diketahui siapa yang akan menerima manfaat atau keuntungan yang dihasilkan dari proyek investasi dan dari mana mendapatkan modal untuk melaksanakan proyek. Sehingga, aspek distribusi ini berkaitan dengan keadilan dan persamaan kesempatan untuk mendapatkan pelayanan publik (equity and equality).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi Publik
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam analisis investasi publik antara lain (Mardiasmo, 2002).
1.    Tingkat diskonto
Tingkat diskonto merefleksikan tingkat keuntungan (rate of return) yang diperoleh dari suatu proyek dengan risiko tertentu. Jika suatu proyek tidak memberikan keuntungan yang disyaratkan (required rate of return), maka proyek tersebut harus ditolak. Untuk tujuan analisis biaya manfaat, maka perlu digunakan tingkat diskonto sosial (social discount rate). Social discount rate merefleksikan preferensi masyarakat terhadap manfaat saat ini atas manfaat yang akan diterima di masa yang akan datang, atau disebut dengan social time preference rate (STPR).
Kemungkinan lebih lanjut adalah dengan mencoba untuk menjelaskan social opportunity cost rate (SOCR). Penggunaan analisis berdasarkan SOCR adalah bahwa sumber daya yang digunakan untuk melakukan investasi di sektor publik terbatas dan sumber daya itu tidak tersedia ditempat lain. Sehingga, discount rate yang digunakan pada investasi sektor publik harus dinilai dengan pengujian social discount rate.
2.    Tingkat inflasi
Tingkat inflasi harus menjadi pertimbangan dalam analisis investasi publik. Semakin tinggi tingkat inflasi, maka semakin rendah nilai riil keuntungan yang diharapkan di masa yang akan datang (expected future return) sehingga semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang disyaratkan. Inflasi yang tinggi menyebabkan required rate of return yang semakin tinggi.
3.    Risiko dan ketidakpastian
Required rate of return akan semakin tinggi jika resiko investasi naik. Ketidakpastian ekonomi dan hukum, kekacauan sosial-politik, tidak adanya jaminan keamanan, dan kebijakan yang tidak konsisten dapat meningkatkan risiko investasi. Faktor-faktor  tersebut menyumbang risiko suatu negara (country risk) yang jika sudah sangat parah dapat mengarah pada risiko default country. Terjaminnya keamanan berinvestasi, penegakan hukum dan demokrasi, terjaminnya property right dan contract right dapat menurunkan risiko investasi.
4.    Capital rationing
Capital rationing adalah keadaan ketika organisasi menghadapi masalah ketersediaan dana untuk melakukan pengeluaran investasi. Harus dilakukan perangkingan investasi dikarenakan tidak tercukupinya dana untuk membiayai semua investasi yang diajukan. Perangkingan dapat dilakukan dengan menggunakan rasio manfaat/biaya atau dapat juga menggunakan model pemrograman linear.
Pada organisasi sektor publik, selain memperhatikan faktor-faktor di atas penilaian investasi juga harus memperhatikan hal-hal berikut (Mardiasmo, 2009).
1.    Tingkat utang pemerintah
Jumlah yang harus dibayarkan oleg pemerintah sehubungan dengan perolehan sumber pembiayaan di luar pajak, seperti utang luar negeri dan obligasi pemerintah yaitu berupa bunga dan pokok hutang.
2.    Tingkat kesempatan sosial yang dikorbankan (Social opportunity cost rate)
Proyek pemerintah harus menghasilkan tingkat keuntungan (return) yang minimal sama dengan tingkat keuntungan proyek sektor swasta dengan penggunaan dana yang sama.
3.    Social time preference rate
Tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh masyarakat jika menunda konsumsi saat ini untuk kepentingan konsumsi di masa yang akan datang.

Langkah Penilaian Proyek Investasi
Terdapat empat langkah dalam penilaian suatu proyek investasi, yaitu (Mardiasmo, 2009).
1.    Identifikasi kebutuhan investasi yang mungkin dilakukan.
Organisasi di sektor publik seringkali dihadapkan pada banyak alternatif investasi untuk mencapai tujuan organisasinya. Sehingga perlu diidentifikasi alternatif-alternatif yang memungkinkan untuk dianalisis lebih lanjut.
2.    Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan (cost/benefit relationship)
Pada organisasi sektor publik biaya dan manfaat atas suatu usulan investasi tidak dapat secara langsung diukur dengan satuan mata uang, sehingga teknik analisis biaya dan manfaat sangat cocok untuk diterapkan. Dalam analisis biaya-manfaat ini, benefit (manfaat) ditekankan pada semua keunggulan ekonomi dan sosial yang diperoleh, sedangkan untuk cost (biaya) ditekankan pada kelemahan-kelemahan proyek yang dikuantitatifkan dalam bentuk uang.
3.    Menghitung manfaat dan biaya dalam rupiah.
Apabila biaya dan manfaat dari suatu proyek tidak dapat diukur dalam bentuk rupiah, maka dapat dilakukan perhitungan mengenai nilai manfaat dari proyek secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan analisis efektifitas biaya (cost-effectiveness analysis).
4.    Memilih proyek yang manfaat terbesar dan efektivitas biaya yang tinggi.
Rasio biaya dan manfaat atau efektifitas biaya merupakan titik awal penentuan penerimaan proyek, ada banyak ketidakpastian yang dapat mempengaruhi perhitungan. Tidak semua biaya dan manfaat sosial dapat dimaksukkan dalam perhitungan, bahkan beberapa diantaranya tidak dapat dipakai dalam pengukuran yang objektif dalam bentuk moneter. Analisis moneter mungkin mengindikasikan bahwa proyek akan memberikan nilai uang terbaik, tetapi faktor-faktor politik, respon pemerintah, serta tekanan-tekanan sosial menyebabkan pertimbangan biaya dan manfaat diperlukan atas proyek tersebut.

Teknik Dasar Penilaian Investasi Publik
Terdapat dua metode dalam mengevaluasi investasi yaitu (Mardiasmo, 2009).
1.    Metode penilaian tradisional.
Metode tradisional sering digunakan adalah tingkat pengembalian modal yang diinvestasikan (accounting rate of return on capital on capital employed-ROCE) dan payback period (PP). Akan tetapi, terdapat 2 masalah dalam menggunakan ROCE yaitu perhitungan angka akuntansi didasarkan pada konsep akuntansi akrual dan memasukkan item-item bukan kas, seperti depresiasi dan cadangan kerugian piutang serta metode ROCE ini hanya menggunakan periode tunggal tanpa memperhitungkan nilai waktu uang (time value of money).

2.    Metode aliran kas yang didiskontokan (discounted cash flow/DCF).
Metode penilaian investasi dengan menggunakan discounted cash flow misalnya adalah net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR). Penjelasan untuk masing-masing metode sebagai berikut:
a.       Net present value (NPV)
NPV dihitung dengan cara mendiskontokan aliran kas di masa datang (future cash flow) dengan faktor diskonto tertentu yang merefleksikan biaya kesempatan modal (opportunity cost of capital). NPV diperoleh dengan cara mengurangkan pengeluaran pengeluaran investasi awal dengan aliran kas di masa depan yang di-present value-kan. Proyek yang memberikan nilai NPV positif adalah proyek yang memiliki prioritas untuk diterima, begitu pula sebaliknya.
b.      Internal rate of return (IRR)
IRR mendiskontokan future cash flow pada tingkat NPV yang bernilai nol, atau dengan kata lain adalah ukuran yang menyetarakan aliran kas bersih di masa datang (future net cash flow) dengan pengeluaran investasi awal. IRR dinyatakan dalam persentase, proyek yang memiliki nilai IRR yang besar adalah proyek yang potensial untuk diterima.

Pengelolaan Investasi
Setelah investasi terlaksana, pemerintah harus melakukan pengelolaan. Semua badan hukum publik boleh melakukan perbuatan hukum dengan tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial. Wakil pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum adalah presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan. Presiden memberikan wewenang kepada menteri keuangan untuk melakukan perbuatan hukum berupa investasi pemerintah. Investasi ini harus dilakukan secara hati-hati karena terkait dengan kedaulatan rakyat yang dituangkan dalam bentuk anggaran pemerintah. Keuntungan maupun kerugian dari investasi pemerintah akan berdampak pada kehidupan masyarakat, bangsa dan negara (Rachmat, 2010).
Rachmat (2010) menambahkan terdapat lima asas dalam pengelolaan investasi pemerintah:


1.    Asas fungsional
Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di bidang akuntansi pemerintah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan, badan investasi pemerintah, badan usaha, menteri teknik/pimpinan sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing.
2.    Asas kepastian hukum
Investasi pemerintah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.    Asas efisiensi
Investasi pemerintah diarahkan agar dan investasi digunakan sesuai dengan batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal.
4.    Asas akuntabilitas
Setiap kegiatan investasi pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.
5.    Asas kepastian hukum
Investasi pemerintah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai investasi dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dana dan divestasi serta penyusunan laporan keuangan pemerintah.

Penutup
Topik mengenai investasi di sektor publik selalu menjadi topik yang menarik untuk dikaji. Investasi dalam sektor publik disama artikan dengan belanja modal. Investasi didefinisikan sebagai belanja/biaya/pengeluaran yang memberikan manfaat lebih dari satu tahun (Halim, 2008). Investasi/belanja modal di sektor publik menjadi suatu hal krusial karena berkaitan pengeluaran yang ditujukan pada pelaksanaan program/kegiatan pemerintah. Program/kegiatan ini berhubungan dengan pelayanan kepada publik secara efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, nantinya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dibutuhkan analisis yang mendalam sebelum dilakukan investasi. Analisis ini diawali dengan menentukan kebutuhan atas investasi publik, menilai kelayakan investasi, mempertimbangkan faktor dalam menganalisis investasi publik, dan lain sebagainya. Selajutnya, setelah dilakukan analisis, perlu adanya pengelolaan atas investasi publik tersebut. Tanpa adanya pengelolaan investasi publik yang maksimal oleh pemerintah, semuanya akan menjadi sia-sia, termasuk analisis atas keputusan untuk melakukan investasi. Pemerintah sebagai penyedia pelayanan publik harusnya memperhatikan segala aspek dalam berinvestasi, mulai dari perencanaan sampai dengan pengelolaan serta evaluasi.

REFERENSI

Halim, Abdul. 2008. Analisis Invrestasi (Belanja Modal) Sektor Publik-Pemerintah Daeraah. Edisi Pertama. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Halim, Abdul dan Muhammad Syam Kusufi. 2014. Akuntansi Sektor Publik, Edisi Kedua. Yogyakarta: Salemba Empat.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Keempat. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Peraturan Perundang-undangan No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah No 6 Tahun 2004 tentang Akuntansi Pemerintah
Putri, Phany Ineke . 2014. “ Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Belanja Modal, dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pulau Jawa”. Journal of Economic and Policy. Vol. 7, No. 2.
Rachmat. 2010. Akuntansi Pemerintahan. Edisi Pertama. Bandung: Pustaka Setia.
Undang-Undang No. 01 Tahun 2008 tentang Perbendaharaan Negara.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMAHAMI TEORI, SISTEM DAN TANTANGAN PENGANGGARAN PADA SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA

MEMAHAMI TEORI, SISTEM DAN TANTANGAN PENGANGGARAN PADA SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA Oleh: Erlinda Nur Khasanah Magister Sains Akuntansi-Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Pendahuluan           Organisasi di sektor publik dan sektor swasta memiliki berbagai perbedaan. Hal mendasar yang membedakan keduanya yaitu tujuan yang ingin dicapai. Pada sektor swasta, motif utama dalam menjalankan operasinya adalah untuk memperoleh laba (keuntungan) yang sebesar-besarnya demi meningkatkan kekayaan dari pemilik perusahaan (pemegang saham), sedangkan tujuan utama dari sektor publik bukan untuk mencari laba, akan tetapi bertujuan untuk menyediakan pelayanan kepada publik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain dilihat dari segi tujuan, perbedaan mendasar lainnya yaitu sumber pendanaan. Organisasi sektor swasta mendapatkan pendanaan dapat berasal dari modal pemilik perusahaan, penjualan atas barang dan...

PERAN DOSEN DALAM MEMAHAMI KONDISI PSIKOLOGIS ORANG DEWASA

 PERAN DOSEN DALAM MEMAHAMI KONDISI PSIKOLOGIS ORANG DEWASA Oleh: Erlinda Nur Khasanah, S.E., M.Sc. Dosen Politeknik YKPN Yogyakarta        Pada umumnya, mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan perguruan tinggi di program diploma, sarjana terapan, atau sarjana adalah mahasiswa yang berusia berkisar antara 18-25 tahun. Pada rentang usia ini, mahasiswa bisa disebut sebagai orang dewasa awal. Menurut Putri (2019), pada masa dewasa awal, seseorang memiliki tugas untuk mencapai peran sosial, bertanggungjawab, mencapai kemandirian emosional, memilih pasangan hidup, membangun kehidupan rumah tangga dengan pasangan hidup, mengasuh anak dan menjadi warga negara yang baik. Dengan perkembangan siklus hidup, akan mempengaruhi kondisi psikologis mahasiswa. Hoyer (2020) menyatakan bahwa pendewasaan seseorang akan berkaitan erat dengan sifat adaptif dari kondisi psikis. Setiap mahasiswa memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda. Hal ini sesu...