KOMPARABILITAS AKUNTANSI BERBASIS
KAS DAN AKRUAL SERTA IMPLIKASI PENERAPANNYA PADA LAPORAN KEUANGAN
Oleh:
Erlinda
Nur Khasanah
Magister Sains Akuntansi-Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
PENDAHULUAN
Pada
awalnya, banyak yang menganggap akuntansi merupakan sebuah seni, karena
memperkenankan akuntan-akuntan untuk memilih metode akuntansi yang cocok dalam
praktiknya. Kemudian, akuntansi dianggap sebagai sains (ilmu) yang banyak
membahas mengenai gejala-gelaja akuntansi, bahkan ada juga yang menganggap
akuntansi sebagai engineering
(rekayasa). Walaupun saat ini akuntansi masih mendekati sebagai seni karena
melibatkan judgment (pertimbangan) akuntan,
akan tetapi akuntansi memiliki berpotensi yang kuat untuk menjadi sebuah ilmu
(Wolk et al., 2013). Terlepas dari
hal tersebut, Wolk et al. (2013)
menyatakan bahwa akuntansi sering dipandang sebagai disiplin
ilmu yang kering dan hanya sebagai ilmu permainan angka. Hal ini terjadi karena
akuntan dapat memainkan angka-angka dalam akuntansi dengan mengubah metode-metode
akuntansi yang digunakan. Namun, konstruk akuntansi memiliki realitas sosial
yang penting (Wolk et al., 2013). Dengan demikian,
informasi-informasi yang terkandung dalam akuntansi memiliki dampak yang dapat mempengaruhi
kehidupan sosial masyarakat.
Akuntansi
memiliki peranan dalam mengidentifikasi, mengukur, mencatat dan aktivitas dan
transaksi bisnis; mengubah transaksi-transaksi menjadi informasi; dan kemudian informasi
tersebut dapat dikomunikasikan kepada para pengambil keputusan. Ada yang
menyebutkan akuntansi merupakan “bahasa bisnis” atau sering diistilahkannya
sebagai “language of business”,
karena memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan
perusahaan/organisasi. Pengambilan keputusan dalam bisnis ini ditegaskan dalam
SFAC (Statement of
Financial Accounting Concept) Nomor 8 mengenai rerangka konseptual untuk
pelaporan keuangan. Rerangka konseptual pada bab 1 menjelaskan mengenai The Objective of General Purpose Financial
Reporting, sebagai berikut:
Statement of Financial Accounting Concepts No.8
pada bab pertama (tujuan kedua) menyatakan
bahwa tujuan umum pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi keuangan
mengenai pelaporan entitas yang digunakan untuk para investor yang ada dan
potensial, pemberi pinjaman, dan kreditor yang lainnya untuk pengambilan
keputusan dalam menyediakan sumber daya bagi entitas (FASB, 2010).
Tujuan
umum dari pelaporan keuangan dalam SFAC Nomor 8 ini hampir serupa dengan tujuan
akuntansi yang ada pada ASOBAT (A
Statement of Basic Accounting Theory). Wolk et al., (2013) juga menyatakan bahwa salah satu tujuan akuntansi
oleh ASOBAT yaitu untuk membuat keputusan dengan penggunaan sumber daya yang
terbatas (termasuk mengidentifikasi area keputusan yang penting) dan untuk
menentukan tujuan serta sasaran. SFAC maupun ASOBAT menitikberatkan pelaporan
keuangan ditujukan dalam rangka pembuatan keputusan. Pembuatan keputusan ini
dapat dilakukan, baik oleh pihak eksternal maupun pihak internal perusahaan.
Pihak ekternal meliputi investor, kreditor, pelanggan, pemasok,
pemerintah dan masyarakat luas, sedangkan manajer dan karyawan merupakan pihak
internal perusahaan. Secara spesifik, tujuan laporan keuangan yaitu melaporkan
kepada stakeholder untuk mengevaluasi
kinerja manajemen (Goel, 2009), agar kinerja manajemen semakin membaik dan
nantinya akan berdampak pada naiknya kekayaan pemegang saham.
Informasi
akuntansi dapat menjadi relevan dan faithfull
representation dalam rangka pembuatan keputusan, apabila informasi tesebut
dapat dibandingkan (comparable). Komparabilitas
atau keterbandingan merupakan kemampuan informasi untuk membantu para pemakai
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan antara dua perangkat fenomena ekonomik
(Suwardjono, 2013). Suwardjono (2013) juga menjelaskan bahwa FASB termasuk
mendukung adanya keragaman dalam batas-batas yang wajar sehingga keterbandingan
yang cukup bermakna tetap dapat dicapai. FASB bersikap seperti ini dengan
mengajukan argumen sebagai berikut (SFAC Nomor 2, Paragraf 119):
Greater comparability of accounting
information, which most people agree is a worthwhile aim, is not to be attained
by making ublike things look alike any more than by making like things look
different. The moral is that in seeking comparability accountants mus not
disguise real differences nor create false differeces.
Berkaitan
dengan pencatatan aktivitas dan transaksi yang terjadi dalam suatu perusahaan,
terdapat dua basis akuntansi untuk mengakui transaksi tersebut: akuntansi
berbasis kas dan berbasis akrual. Akuntansi berbasis kas merupakan suatu basis yang mencatat/mengakui
suatu transaksi apabila uang/kas benar-benar diterima atau dikeluarkan oleh
perusahaan. Jika basis yang digunakan merupakan basis akrual, maka transaksi
diakui pada saat terjadinya transaksi dan menghiraukan kapan kas/setara kas
direalisasi. Perbedaan dasar dari kedua basis ini yaitu waktu pengakuan/pencatatan
transaksi, erat kaitannya pada transaksi yang berhubungan dengan pengakuan
pendapatan dan beban (biaya). Dengan demikian, dihadapkan oleh dua pilihan
untuk menggunakan dua basis akuntansi yang berbeda, yaitu basis kas atau basis akrual.
Dari masing-masing basis ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing
dalam penyajian laporan keuangan. Jika dihadapkan dua buah pilihan, yaitu akuntansi
berbasis kas atau berbasis akrual, mana yang dapat menyajikan informasi yang lebih
handal?
Kerangka kerja
IASB (International Accounting Standard
Board) mengakui bahwa asumsi yang mendasari penyusunan dan penyajian
laporan keuangan adalah basis akrual (Nandakumar, et al. 2012), dengan kata lain standar akuntansi Internasional kini
mulai meninggalkan basis kas (cash basis).
Adanya globalisasi bisnis, hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan suatu
standar akuntansi yang berlaku secara luas di seluruh dunia (Gamayuni, 2009). Oleh
karena itu, Indonesia juga berusaha untuk mengadopsi adopsi secara penuh IFRS (International Financial Reporting Standards)
pada tahun 2012 yang merupakan produk dari IASB. Salah satunya yaitu PSAK Nomor
1 disesuaikan dengan IAS 1 mengenai Penyajian Laporan Keuangan, juga harus
menggunakan basis akrual. Makalah ini membahas mengenai akuntansi berbasis kas
dan akrual, perbedaan antara keduanya sehingga dapat diperbandingkan (comparable), dan implikasi/dampak
penggunaan dari kedua basis tersebut dalam laporan keuangan. Dengan demikian,
pemaparan dalam artikel ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan mengapa standar
akuntansi menggunakan basis akrual daripada basis kas dan mengapa tidak semua
komponen laporan keuangan menggunakan basis akrual.
ISI
A. Komparabilitas
Kerangka
konseptual IASB menyebutkan terdapat fundamental
qualitative characteristic (karaterikstik kualitatif fundamental) dalam
laporan keuangan yaitu relevance
(relevansi) dan faithful representation.
Karakteristik fundamental dalam hal ini diartikan sebagai sifat yang harus
dimiliki oleh informasi sehingga dapat digunakan dalam rangka pengambilan
keputusan. Selain itu, rerangka konseptual IASB juga menyebutkan adanya enhancing qualitative characterisctics,
yang dapat meningkatkan kualitas informasi dalam laporan keuangan. Enhancing characteteristics terdiri atas
comparability (komparabilitas), verifiability (verifiabilitas), timeliness (ketepatan waktu), dan understandability (mudah dimengerti). Keempat
karakteristik ini mendukung pilihan dari jalan keluar dari dua alternatif yang
dapat digunakan untuk mendiskripsikan fenomena, jika hal tersebut
mempertimbangkan relevansi dan faithful
representation secara seimbang (Toma et
al., 2015).
Komparabilitas
merupakan salah satu karakteristik kualitatif yang dapat menjadikan informasi
menjadi lebih relevan dan faithful
representation. Komparabilitas mengacu pada pada tingkat reliabilitas
pengguna yang ditemukan dalam laporan keuangan ketika mengevaluasi kondisi
keuangan atau hasil dari operasi pada basis antar perusahaan atau memprediksi
laba atau aliran kas (Wolk et al. 2013),
sedangkan Sprouse dalam Wolk et al.
(2013) melihat komparabilitas sebagai proses (akuntansi untuk keadaan yang
sesuai dengan persamaan atau perbedaan) dan hasil akhir dari proses
(membandingkan alternatif untuk membuat keputusan).
Harrison
et al. (2012) menyatakan bahwa
prinsip komparabilitas (comparability
principles) adalah prinsip perusahaan harus menggunakan metode dan prosedur
akuntansi yang sama dari periode ke periode. Komparabilitas akan memungkinkan
para investor membandingkan laporan keuangan perusahaan dalam satu periode
dengan periode berikutnya. Prinsip komparabilitas bukan berarti perusahaan
tidak diizinkan untuk mengubah metode akuntansinya, akan tetapi perusahaan yang
melakukan perubahan akuntansi harus mengungkapkan dampak dari perubahan
tersebut terhadap laba bersih (Harrison et.
al, 2012).
Toma
et al. (2015) menyatakan bahwa comparability merupakan karakteriktik
informasi keuangan yang memungkinkan perbandingan waktu dan ruang, berbeda
halnya dengan karakteristik kualitatif lainnya yang tujuannya hanya pada single element, komparabilitas merujuk
paling sedikit dua elemen. Bukan hanya dipandang dari perbandingan dari periode
ke periode, bahkan komparabilitas ini lebih menekankan pada perbandingan antar
perusahaan secara cross sectional, dengan
membandingkan metode akuntansi yang
digunakan oleh satu perusahaan dengan penerapan metode akuntansi pada
perusahaan lain. Adanya prinsip komparabilitas ini, diharapkan pengguna informasi
akuntansi dapat membandingkan metode-metode akuntansi yang ada (salah satunya
yaitu metode akuntansi berbasis akrual dan kas) dan mengevaluasi penggunaan metode
mana yang tepat untuk pencatatan transaksi keuangan, yang nantinya berguna dalam
rangka pengambilan keputusan yang lebih baik dan dapat meningkatkan kegunaan
informasi.
B. Basis-Basis Akuntansi
Pencatatan
transaksi keuangan dan ekonomi pada suatu perusahaan dapat didasarkan pada
basis-basis akuntansi sebagai berikut:
a. Basis
Kas
Banyak
perusahaan-perusahaan kecil melakukan pencatatan akuntansi masih menggunakan cash basis (basis kas) (Vanzatte, 2013),
karena basis kas relatif mudah untuk diimplementasikan dalam usaha yang relatif
kecil, khususnya pada pada saat pengakuan biaya. Sharits (1954) memberikan
pendapat bahwa basis kas merupakan basis paling sesuai digunakan oleh operasi
bisnis yang melibatkan banyak penerimaan dan pembayaran selama setahun. Danescu
dan Rus (2013) memberikan definisi treasury
accounting model atau metode akuntansi berbasis kas sebagai berikut:
The treasury
accounting model – the “cash” basis method is defined as a key in assessing
real property of the company as it seeks recognition of the main operation
through the prism of treasury, the treasury meaning both cash and cash
equivalent.
Jika suatu perusahaan menggunakan metode
akuntansi berbasis kas, maka pencatatan/pengakuan transaksi dilakukan apabila
perusahaan sudah benar-benar menerima atau mengeluarkan kas/setara kas. Misalnya,
apabila perusahaan sudah melakukan penjualan atas barang dan jasa dalam bentuk
kredit, maka pendapatannya belum dapat diakui sampai dengan pembeli (pelanggan)
membayar kas/setara kas atas penjualan barang/jasa tersebut. Pencatatan
transaksi untuk penerimaan kas diperlakukan sebagai pendapatan, dan pembayaran
kas ditangani sebagai beban (Harrison, et
al., 2012). Akibatnya, informasi hasil keuangan tidak ditentukan dari
perbedaan antara nilai penjualan dan nilai biaya, namun perbedaan antara cashing dan payment (Toma et al.,
2015). Toma et al. (2015) menambahkan,
secara praktik, akuntansi berbasis kas tidak membuat perbedaan antara konsep expenditure dan payment, berturut-turut, revenue
dan cashing. Namun, dalam situasi
tertentu, “tidak setiap payment (pembayaran)
merepresentasikan expenditure (pengeluaran)”,
selain itu tidak semua cashing
merepresentasikan revenue (pendapatan).
Pura (2013) menjelaskan bahwa basis
kas mendasarkan konsepnya menjadi dua pilar yaitu: pertama, berupa pengakuan
pendapatan dan kedua, berupa pengakuan beban. Waktu pengakuan pendapatan dalam
basis kas adalah pada saat perusahaan menerima pembayaran secara tunai,
sementara pengakuan beban adalah pada saat sudah dilakukan pembayaran tunai. Oleh
karena itu, basis ini tidak mengakui adanya pendapatan yang masih harus
diterima (piutang pendapatan) dan beban yang akan dibayar (utang beban) (Pura,
2013).
b. Basis
Akrual
Basis
akrual merupakan lawan dari basis kas sebagai dasar pengakuan pendapatan dan
beban (Subagyo et al., 2011). Toma et al. (2015) mendefinisikan akuntansi
berbasis akrual sebagai pencatatan pendapatan pada saat terjadinya (invoicing, dalam beberapa kasus) dan
pengeluaran dikenakan untuk hasil selama penggunaannya, terlepas dari tanggal
dilakukannya cashing atau pembayaran
yang efektif. Basis akrual (accrual basis)
mencatat dampak dari transaksi bisnis ketika transaksi itu terjadi, dengan
artian bahwa ketika perusahaan melakukan penjualan baik barang atau jasa untuk
menghasilkan pendapatan, atau mengeluarkan beban, akuntan akan mencatat
transaksi tersebut meskipun tidak terdapat kas yang diterima atau dibayarkan.
IAS
1 mengenai Presentation of Financial
Statement (penyajian laporan keuangan) mengharuskan agar suatu entitas
membuat laporan keuangan, kecuali informasi arus kas, dengan menggunakan
akuntansi akrual (Harrison, et.al,
2012). Harrison et al. (2012) juga
menambahkan bahwa akuntansi berbasis akrual lebih kompleks, dan dalam istilah
kerangka kerja IFRS, merupakan representasi yang lebih tepat tentang realitas
ekonomi daripada akuntansi dasar kas. Untuk lebih memastikan, akuntansi akrual
mencatat transaksi kas seperti menagih kas dari pelanggan; menerima kas dari
bunga yang dihasilkan; membayar beban gaji, sewa, dan lainnya; meminjam uang;
melunasi pinjaman; menerbitkan saham. Namun, akuntansi juga mencatat transaksi
non-kas, seperti penjualan kredit; pembelian persediaan secara kredit; akrual
beban yang dikeluarkan tetapi belum dibayarkan; beban penyusutan; penggunaan
sewa dibayar di muka, asuransi, dan perlengkapan; perolehan pendapatan ketika
kas ditagih dimuka (Harrison, et.al,
2012).
Metode
akuntansi akrual memberikan perusahaan dengan kemampuan untuk membandingkan
hubungan biaya untuk penghasilan bruto atas dasar tahun ke tahun dan sehingga
perusahaan dapat mengenali kapan ada perubahan signifikan dalam hubungan
tersebut (Hetch dan Koppelmen, 1987). Hal ini berhubungan
dengan prinsip penandingan (matching
principle) antara biaya dengan pendapatan, atau disebut dengan matching cost againt revenue. Prinsip
ini merupakan prinsip yang mempertemukan/menandingkan biaya dengan pendapatan
dalam rangka mengakui laba bersih/rugi bersih. Penandingan biaya dengan
pendapatan pada metode akuntansi akrual juga menyediakan estimasi yang akurat
mengenai kinerja bisnis (Seger dan Lins, 1986). Harrison et al. (2012) menyatakan bahwa terdapat dua langkah prinsip
penandingan yaitu pertama, mengidentifikasi semua beban yang dikeluarkan selama
periode akuntansi dan kedua, mengukur beban serta menandingkannya dengan
pendapatan yang dihasilkan.
Subagyo
et al. (2011) membedakan konsep
akrual menjadi dua, yaitu discretionary
accrual dan nondiscretionary accrual.
Discretionary accrual merupakan
pengakuan akrual laba atau beban yang bebas, tidak diatur dan merupakan,
pilihan kebijakan manajemen, sedangkan nondiscretionary
accrual merupakan sebaliknya, pengakuan akrual laba yang wajar yang tunduk
pada suatu standar atau prinsip
akuntansi yang berlaku umum (Subagyo et
al., 2011).
Dalam
rangka meningkatkan komparabilitas (daya banding) informasi keuangan yang
berasal dari berbagai negara, diperlukan harmonisasi standar akuntansi
internasional (Gamayuni, 2009), salah satunya yaitu standar akuntansi
internasional mengenai basis-basis akuntansi. Sebagai contoh, dalam perspektif
sejarah regulasi akuntansi di Rumania, regulasi akuntansi yang berlaku dari 31
Desember 2005 sampai dengan sekarang untuk perusahaan besar, mengambil alih
prinsip akuntansi dari the Fourth
Directive European dan sebagai peneriman regulasi IASB mengenai konsep basis
akrual (Danescu dan Rus, 2013). Dalam the Fouth
Directive, yang diadopsi pada tahun 1978, lebih memperhatikan isu-isu
pelaporan keuangan yang berlaku untuk perusahaan dalam komunitas EU (Europian Union), dan salah satu konsep
untuk menyediakan format standar dalam pelaporan keuangan yaitu, konsep
akuntansi akrual (Wolk et al., 2013).
Regulasi umum untuk laporan keuangan yang disiapkan oleh IASB memerlukan
perluasan laporan keuangan berdasarkan model akuntansi akrual yang
merefleksikan tujuan dan sasaran terbaik dari entitas, untuk menyediakan
informasi mengenai kinerja keuangan (laporan laba rugi), posisi keuangan
(neraca), dan laporan perubahan ekuitas dalam suatu entitas (Danescu dan Rus,
2013).
Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) juga menggunakan asumsi
dasar dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan
menggunakan dasar akrual. Dengan penggunaan dasar akrual ini, diharapkan dapat
mencapai dapat mencapai tujuan dari laporan keuangan, yaitu menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pengguna dalam pengambilan
keputusan (PASK, 2007).
Dijelaskan
dalam PSAK, laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan
informasi kepada pengguna tidak hanya
transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga
kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan
kas yang akan diterima di masa depan. Oleh karena itu, laporan keuangan
menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang
paling berguna bagi pengguna dalam rangka pengambilan keputusan. Selain itu,
Barth et al. (1999) menjelaskan bahwa
akuntansi akrual adalah “jantung” dari pengukuran laba dan pelaporan keuangan.
Premis dasar akuntansi akrual adalah bahwa penghasilan, dari arus kas operasi
ditambah akrual, merupakan indikator yang lebih baik dari pendapatan, dividen,
dan arus kas masa depan dari arus kas saat ini dan masa lalu (Barth, Cram, dan
Nelson (1998) dalam Barth et al.
(1999)).
C. Perbandingan
Antara Pengakuan Akuntansi dalam Basis Kas dan Basis Akrual
Secara
ringkasnya, Danescu dan Rus (2013) memberikan perbandingan dua model akuntansi
sebagai berikut:
Basis
Akrual
|
Basis
Kas
|
Pencatatan atas pendapatan dan beban tidak
tergantung pada pergerakan kas.
|
Pencatatan pendapatan dan beban hanya ketika
menerima receipt atau pembayaran
kas dilakukan.
|
Setiap terjadi pendapatan atau biaya selalu
dicatat.
|
Karena pencatatan hanya berdasarkan kas, maka
memungkinkan minimnya pencatatan.
|
Beban dan pendapatan dikelompokkan sebagai
eksploitatif, keuangan dan extraordinary.
|
Membedakan antara aktivitas operasional, aktivitas
pendanaan, dan aktivitas investasi
|
Laporan keuangan tahunan (annual financial statement) disiapkan dalam sebuah cara yang
menyeluruh melalui urutan langkah-langkah logis sesuai dengan ketentuan hukum.
|
Hal ini membutuhkan pernyataan baru (restatement) untuk tujuan persiapan
laporan keuangan.
|
Menyediakan juga informasi mengenai pembayaran dan
penerimaan dari kas dan setara kas.
|
Hanya menyediakan informasi mengenai pembayaran
dan penerimaan kas atau setara kas.
|
Menyediakan informasi mengenai profit kepada
pengguna.
|
Memungkinkan apresiasi pengguna pada kualitas
dengan menentukan perbedaan antara profit bersih dan kas bersih.
|
Sumber: Danescu dan Rus
(2013)
Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya, motode akuntansi berbasis kas merupakan
metode akuntansi yang cukup mudah dan biasanya diterapkan pada operasi bisnis
di entitas yang relatif kecil. Dengan demikian, tidak cocok apabila diterapkan
di berbagai ukuran entitas. Keterbatasan yang mendasar dari akuntansi basis kas
yaitu dasar kas mengabaikan aktivitas ekonomi yang mendasarinya (seperti
menghasilkan pendapatan dan mengeluarkan beban yang yang diperlukan untuk menghasilkan
pendapatan) (Harrison et al., 2012). Selain
itu, pengakuan atas dasar kas ini menyimpang dari konsep dasar akuntansi yaitu matching of cost with revenue
(memadankan antara penghasilan dengan biaya/beban) sehingga konsep pengakuan
pendapatan dan beban atas dasar kas tunai yang diterima tidak sesuai dengan Prinsip
Akuntansi Berterima Umum (PABU) (Subagyo et.al,
2011). Oleh karena itu, hal ini yang mendasari laporan laba rugi tidak
menggunakan basis kas karena tidak dapat merefleksikan kinerja yang sesungguhnya
dari perusahaan. Berbeda halnya dengan metode berbasis akrual, informasi mengenai
laba/rugi yang dihasilkan akan lebih akurat.
D. Implikasi
Penggunaan Basis Kas dan Akrual
Laporan keuangan
suatu entitas bisnis setidaknya terdiri atas neraca (statement of financial position/balance sheet), laporan laba rugi (income statement), laporan perubahan
ekuitas, dan laporan arus kas (statement
of cash flow). Neraca dan laporan laba rugi dianggap sebagai financial statement proper (Baridwan,
2016). Kedua laporan keuangan ini menjadi laporan utama yang dapat menjadi
“penyebab” dari kedua laporan lainnya. Dengan demikian, laporan arus kas dan
laporan perubahan ekuitas menjadi “akibat” dari neraca dan laporan laba rugi.
Seperti yang tercantum dalam IAS 1 dan PSAK No 1
mengenai presentation of financial
statement/penyajian laporan keuangan, hanya tiga komponen laporan keuangan
harus menggunakan basis akrual (accrual
basis), sedangkan untuk melaporkan arus kas perusahaan menggunakan
akuntansi dengan dasar kas (cash basis).
Oleh karena itu, tidak semua komponen laporan keuangan menggunakan basis akrual/hanya
sebagian besar saja.
Naraca (statement
of financial position) merupakan laporan keuangan yang memberikan informasi
mengenai posisi keuangan perusahaan, yang terdiri atas aset, kewajiban dan
ekuitas. Apabila semua transaksi yang terjadi di perusahaan dicatat pada saat
kejadian (akuntansi berbasis akrual), maka neraca akan menyediakan informasi yang
sebenarnya terjadi, misalnya seberapa banyak pelanggan yang berhutang kepada
perusahaan dan seberapa banyak perusahaan berutang kepada lender/kreditor. Oleh karena itu, neraca akan menyajikan akun
piutang pada kelompok aset dan utang dalam kelompok kewajiban secara riil.
Harrison et al.
(2012) memberikan contoh salah satu aktivitas/transaksi yang memberikan
gambaran mengenai dampak pada saat perusahaan menggunakan metode akuntansi
berbasis kas yaitu transaksi penjualan barang/jasa secara kredit. Neraca tidak
akan melaporkan piutang usaha, sehingga hal ini kurang tepat. Piutang usaha
merupakan klaim untuk menerima kas di masa mendatang, yang merupakan suatu
aset, dan harus disajikan di dalam neraca. Tanpa informasi ini, aset akan
menjadi kurang saji dalam neraca (Harrison, et
al., 2012). Dengan demikian, dalam menyusun neraca, suatu entitas
diharuskan untuk menggunakan akuntansi basis akrual untuk menghindari kurang
saji informasi.
Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan
keuangan yang menyediakan informasi mengenai pendapatan dan beban/biaya,
sehingga dapat dilihat pula laba yang dihasilkan atau rugi yang ditanggung. Laporan
laba rugi dengan menggunakan akrual basis, akan memberikan informasi mengenai
berapa banyak net income (laba
bersih) yang sebenarnya diperoleh dalam suatu periode, sedangkan apabila
menggunakan akuntansi dasar kas, akan mengabaikan fakta-fakta mengenai
pemerolehan pendapatan dan menunggu hingga kas diterima sebelum pendapatan
dianggap telah dihasilkan, sehingga akan berdampak pada pendapatan dan net income (laba bersih) dinyatakan
terlalu rendah pada laporan laba rugi (Harrison et al., 2012).
Statement of Financial Concept
Nomor 1 menyatakan bahwa informasi mengenai laba perusahaan berdasarkan
akuntansi akrual biasanya memberikan indikasi kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan arus kas saat ini dan masa depan yang lebih baik dibandingkan
dengan informasi yang dibatasi oleh aspek keuangan berupa penerimaan dan
pembayaran kas (Subagyo et al., 2011).
Oleh karena itu, dalam transaksi-traksaksi yang ada dalam laporan laba rugi
perusahaan, dicatat dengan menggunakan akuntansi basis akrual, begitu pula
dengan laporan perubahan ekuitas.
Laporan
arus kas merupakan merupakan laporan yang menyajikan informasi mengenai arus
masuk dan arus keluar dari kas dan setara kas dengan tiga kategori aktivitas,
yaitu aktivitas operasi, aktivitas investasi, dan aktivitas pendanaan selama
periode tertentu. Laporan ini akan memberikan kepada pengguna informasi
keuangan mengenai suatu dasar untuk menilai kemampuan entitas untuk
menghasilkan dan memanfaatkan uang tunainya (Nandakumar, 2012). Tuntutan
penyediaan informasi arus kas pada laporan arus kas dipandang menjadi suatu hal
penting, karena dalam financial statement
proper tidak dapat menyediakan informasi mendetail mengenai kas untuk
pembuatan keputusan bagi stakeholders.
Memo
diskusi awal FASB menyatakan terdapat enam alasan bahwa arus kas merupakan
pengungkapan tambahan yang berguna, karena keenam alasan tersebut menunjukkan
keterbatasan dari akuntansi akrual sehingga laporan arus kas yang menggunakan
basis kas dipandang perlu untuk melengkapi laporan posisi keuangan dan laporan
laba rugi (Wolk et al., 2013). Adapun
enam alasan yang mendorong perlunya pelaporan arus kas dengan basis kas, yaitu
sebagai berikut. (Wolk et al., 2013).
· Menyediakan
feedback atas arus kas aktual.
· Membantu
mengindentifikasi hubungan antara laba akuntansi dan arus kas.
· Menyediakan
informasi mengenai kualitas laba.
· Memperbaiki
komparabilitas informasi dalam pelaporan keuangan.
· Membantu
menilai fleksibilitas dan likuiditas perusahaan.
· Membantu
memprediksi arus kas yang akan datang.
Laporan arus kas
menggunakan basis kas karena dengan laporan ini menunjukkan secara riil
berapakah kas yang digunakan dan diterima dalam periode tersebut; apakah kas
digunakan tergolong dalam aktivitas operasi, pendanaan, atau investasi; dan
mengetahui perubahan saldo kas selama periode tersebut. Arus kas merupakan
suatu alat yang dapat digunakan untuk mengevaluasi alternatif investasi
(Bierman, 1988). George Staubus (1961) dalam Sari (2007), dalam teori
investornya, ia berpendapat bahwa biasanya kebutuhan investor adalah untuk
peramalan tentang kesanggupan perusahaan untuk mendapatkan kas di masa yang
akan datang. Lebih lanjut Staubus mengemukan bahwa kas yang akan diterima
investor di masa yang akan datang akan terkandung pada kemampuan perusahaan
untuk melakukan pengeluaran kas, keinginan
manajemen untuk membayar investor dan prioritas pembayaran terhadap
klaim investor. Teori ini Staubus
menyimpulkan bahwa peranan laporan arus kas sangat penting untuk memenuhi
kepentingan informasi investor dalam proses pengambilan keputusan investasi.
Kas juga merupakan indikator kunci dalam penilaian manajemen entitas, baik itu
jangka pendek maupun jangka panjang, memberikan informasi stabilitas keuangan,
resiko kebangkrutan, dan lain-lain (Danescu dan Rus, 2013). Oleh
karena itu, laporan arus kas (cash basis
reporting) merupakan suplemen yang penting untuk dua laporan lainnya, yaitu
laporan laba rugi dan neraca yang menggunakan basis akrual (Wolk et al., 2013). Selain itu, menjelajahi
hubungan antara akrual dan arus kas masa depan yang penting mengingat bahwa
prediksi kas masa depan mengalir adalah isu sentral dalam penilaian perusahaan
(Choi et al., 2015).
PENUTUP
Akuntansi
kas dan akrual merupakan basis penting dalam akuntansi. Kedua basis ini merupakan
basis yang berbeda dalam mencatat transaksi-transaksi keuangan yang terjadi
dalam suatu perusahaan. Perbedaan dari kedua basis ini yaitu, waktu dalam
pencatatan transaksi tersebut. Akuntansi berbasis kas mencatat transaksi pada
saat kas/setara kas diperoleh dari pelanggan, sedangkan akuntansi berbasis
akrual mencatat transaksi pada saat terjadinya transaksi tersebut, dengan
mengabaikan kapan diterimanya kas/setara kas. Akuntansi berbasis akrual
berhubungan dengan prinsip penandingan (matching
principle) antara biaya dengan pendapatan, atau disebut dengan matching cost againt revenue. Prinsip
ini merupakan prinsip yang mempertemukan/menandingkan biaya dengan pendapatan
dalam rangka mengakui laba/rugi bersih.
Standar
akuntansi internasional menetapkan menggunakan basis akrual dalam menyusun
laporan keuangan. Hal ini memiliki alasan karena laporan keuangan dengan
akuntansi berbasis kas cenderung menyajikan informasi yang kurang lengkap
(menghilangkan informasi-informasi penting) sehingga kurang relevan bagi para
pengembil keputusan (Harrisson, et al.,
2012). Namun, tidak semua komponen laporan keuangan menggunakan basis akrual. Sebagian
besar, memang menggunakan akuntansi berbasis akrual yaitu laporan laba rugi;
laporan perubahan ekuitas; dan neraca, sedangkan laporan arus kas menggunakan
akuntansi berbasis kas sebagai pelengkap dari komponen laporan keuangan
lainnya. Tuntutan untuk menyediakan informasi arus kas yang menggunakan basis
kas, dipandang sebagai suatu hal yang penting dalam rangka pembuatan keputusan,
misalnya keputusan untuk berinvestasi.
Daftar Pustaka
Baridwan, Zaki. 2016. “The Balance Sheet”. Kuliah, Ruang Bakrie Program Magister Sains dan
Doktor FEB UGM, Yogyakarta, 31 Oktober 2016
Barth, Mary E.,
William H. Beaver., John R.M. Hand., Wayne R. Landsman. 1999. “Accrual, Cash
Flows, and Equity Values”. Reviews of
Accounting Studies. Vol 3. Hal. 205-229
Bierman, Harold.
1988. “Extending The Usefulness of Accual Accounting”. Accounting Horizon. Vol 2 No 3. Hal. 10-14
Choi, Wookseok., Sam Han, Sung Hwan Jungm dan Tony Kang.
2015. “CEO’s
Operating Ability and the Association between Accruals and Future Cash Flows”. Journal
of Business Finance & Accounting. Vol. 42(5) & (6), hal. 619–634
Danescu,
Tatiana dan Luminita Rus. 2013. “Comparative Study on Accounting Models ‘Cash’
and ‘Accrual’ ”. Annales Universitatis
Apulensis Oeconomica, Vol. 15, No. 2 hal 424-431.
Harrison,
Walter T., Charles T. Horngren., C. William Thomas., dan Themin Suwardy.
(2012). Akuntansi Keuangan: International
Financial Reporting Standards - IFRS. Diterjemahkan oleh Gina Gania dan
disunting oleh Suryadi Saat. Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga
Hecht,
Ricard L., dan Jay A. Koppelman. 1984. “Financial Control With Accual Method”. American Bar Association Journal. Vol.
70, No. 2. pp. 64-65, 74-75
Gamayuni,
Rindu Rika. 2009. “Pekembangan Standar Akuntansi Indonesia Menuju International
Financial Reporting Standards”, Jurnal
Akuntansi dan Keuangan. Vol. 14 No. 2 Hal.153-166.
Goel, Sandeep. 2009. “The Earnings
Management Motivation: Accrual Accounting vs. Cash Accounting”, AABFJ. Vol. 2
No. 3. Hal.48-66.
Financial
Accounting Standards Board. 2010. “Statement of Financial Accounting Concepts
No.8”.
Ikatan
Akuntansi Indonesia. 2007. Standar
Akuntansi Keuangan (Standar Akuntansi Keuangan) per 1 September 2007.
Jakarta: Salemba Empat
Nandakumar,
Ankarath., T.P.Ghosh, Kalpesh J, Mehta., dan Yass A. Alkafaji. (2012). Memahami IFRS: Standar Pelaporan Keuangan
Internasional. Diterjemahkan oleh Priyo Darmawan dan disunting oleh Thomas
Sumarsan. Edisi Pertama. Jakarta: PT Indeks
Pura, Rahman.
2013. Pengantar Akuntansi: Pendekatan
Siklus Akuntansi. Jakarta: Erlangga
Seger Daniel J. dan David A. Lins. 1986. “Cash Versus Accrual Measures in Farm Income”,
North Central Jounal of Agricultural
Economic. Vol. 8 No. 2. Hal.219-226
Sharits, Earl C., 1954. “Business
Income and The Cash Basis”, The Accounting Review. Vol. 29 No. 3. Hal.494-499
Subagyo,
Oktaviana dan Marianna. 2011. “Pengaruh
Discretionary Accrual dan Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba”, Jurnal
Akuntansi. Vol. 11 No. 1. Hal.355-376.
Suwardjono.
2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan
Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE
Toma, Constantin., Mihal Carp., Ioan Bogdan Robu. 2015. “Harnessing
Financial Information in Investors Decission”. 4th World Conference on Business, Economic, and Management, WCBEM.
Tersedia: www.sciencedirect.com
Vanzatte, Neal. 2013. “Using the Basic Accounting
Equation to Help Students Understand Differences Between the Cash Basis and
Accrual Basis”. Management Accounting
Quarterly. Vol 14 No 2.
Wolk,
Harry I., James L.Dodd., dan John J. Rozycki. 2013. Accounting Theory: Conceptual Issues in a Political and Economic
Environment. Sage Publication Inc.
United States of America
Komentar
Posting Komentar